Pajak terutang adalah kewajiban yang wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak (WP), baik individu maupun badan usaha, kepada negara. Nilai pajak terutang ini dihitung berdasarkan ketentuan dalam undang-undang perpajakan yang berlaku. Penetapan pajak terutang mencakup kapan pajak tersebut terutang, berapa besarannya, serta kemungkinan adanya pengembalian atau restitusi pajak jika terjadi pembayaran berlebih.
Pengertian Pajak Terutang
Secara sederhana, pajak terutang merujuk pada jumlah pajak yang wajib dibayar oleh WP dalam suatu periode tertentu, yang dapat berupa Masa Pajak, Tahun Pajak, atau Bagian Tahun Pajak.
- Masa Pajak: Satu bulan kalender yang digunakan sebagai periode penetapan pajak.
- Tahun Pajak: Satu tahun kalender yang dimulai dari Januari hingga Desember, atau tahun takwin. WP bisa mengajukan izin untuk menggunakan tahun pajak yang berbeda dari tahun kalender jika diperlukan.
Baca juga : apa itu tax holiday? apa dampaknya bagi perekonomian negara?
Dasar Hukum Pajak Terutang
Dasar hukum pajak terutang di Indonesia merujuk pada tiga undang-undang utama:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Jenis Pajak Terutang
Berdasarkan jenis pajaknya, pajak terutang di Indonesia meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Berikut penjelasan rinci mengenai masing-masing jenis pajak terutang:
a. Pajak Penghasilan (PPh) Terutang
- PPh Pasal 21: Pajak terutang pada saat pembayaran gaji, upah, atau penghasilan sejenis.
- PPh Pasal 22: Terutang oleh badan usaha atas perdagangan ekspor, impor, dan reimport.
- PPh Pasal 23: Terutang atas dividen, bunga, sewa, royalti, serta imbalan jasa tertentu.
- PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi: Pajak terutang yang dibayar secara diangsur untuk orang pribadi dan dilunasi dalam SPT Tahunan jika terdapat kekurangan.
- PPh Pasal 25/29 Badan: Terutang oleh WP Badan untuk pajak yang diangsur dan dilunasi pada akhir tahun.
- PPh Pasal 26: Terutang untuk pajak penghasilan yang dipotong dari Warga Negara Asing (WNA).
- PPh Pasal 15: Pajak penghasilan atas pengangkutan barang dan orang.
- PPh Pasal 4 ayat 2: Terutang atas sewa tanah/bangunan serta usaha jasa konstruksi.
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM Terutang
- PPN Terutang: Terutang atas penyerahan barang dan jasa kena pajak, impor, serta pemanfaatan barang tidak berwujud dan jasa kena pajak.
- PPnBM Terutang: Terutang atas penyerahan barang mewah, impor, serta ekspor barang mewah dan jasa tertentu.
Ketentuan Perhitungan Pajak Terutang
Perhitungan pajak terutang berbeda-beda tergantung jenis pajak yang dikenakan, seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berikut penjelasan perhitungan untuk masing-masing jenis pajak:
- Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Terutang
Penghitungan PPh mengacu pada tarif progresif sesuai dengan Pasal 17 UU PPh, yaitu:
• Orang Pribadi dengan NPWP:
- 5% untuk penghasilan hingga Rp50 juta per tahun.
- 15% untuk penghasilan di atas Rp50 juta hingga Rp250 juta per tahun.
- 25% untuk penghasilan di atas Rp250 juta hingga Rp500 juta per tahun.
- 30% untuk penghasilan di atas Rp500 juta per tahun.
• Badan Usaha UMKM dengan omzet hingga Rp4,8 miliar dikenakan tarif 0,5% dari pendapatan bruto.
• Perusahaan Terbuka (Tbk) mendapat pengurangan tarif menjadi 22% untuk 2020-2021 dan 20% untuk 2022, dengan ketentuan tertentu.
- Perhitungan PPN dan PPnBM Terutang
PPN terutang dihitung berdasarkan tarif 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Sedangkan PPnBM bersifat progresif, dengan tarif mulai dari 10% hingga 125% tergantung jenis barang mewah yang dikenakan pajak.
Pembayaran Pajak Terutang
Pembayaran pajak dapat dilakukan secara manual di kantor pos atau bank yang ditunjuk, serta secara daring melalui e-Billing dengan kode billing yang dihasilkan. Metode pembayaran ini memudahkan WP untuk memenuhi kewajiban pajak mereka.
Pengembalian Pajak Terutang (Restitusi)
Restitusi pajak diberikan apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak, baik karena kesalahan pemotongan, kesalahan penetapan, atau transaksi yang dibatalkan. Restitusi juga berlaku untuk pajak yang seharusnya tidak terutang namun telah dibayar.
Baca juga : Jenis-jenis pajak property di Indonesia
Beberapa situasi yang memungkinkan terjadinya restitusi:
- Kelebihan pembayaran pajak yang disebabkan oleh pembayaran yang lebih besar dari kewajiban terutang.
- Kelebihan pembayaran dalam rangka impor yang disebabkan oleh pajak yang seharusnya tidak terutang namun telah disetor.
- Kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak yang mengakibatkan jumlah yang dibayar melebihi kewajiban.
Kesimpulan
Pajak terutang adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap WP sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Pemahaman mengenai ketentuan pajak terutang, dasar hukum, jenis pajak, dan cara perhitungan sangat penting agar WP dapat melaksanakan kewajiban perpajakan mereka dengan benar. Dengan memahami konsep pajak terutang, WP dapat mengelola kewajiban pajaknya secara efektif, menghindari kesalahan, dan memanfaatkan hak restitusi jika terjadi pembayaran berlebih. Pajak yang terkelola dengan baik akan membantu negara dalam mencapai target penerimaan dan mendukung pembangunan ekonomi.