Dalam dunia bisnis, sponsorship sering kali menjadi salah satu strategi pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan visibilitas dan daya saing. Namun, seperti transaksi lainnya, sponsorship tidak terlepas dari aturan perpajakan yang harus dipatuhi. Sponsorship, baik untuk acara, kegiatan olahraga, ataupun bentuk kerjasama lainnya, memiliki implikasi pajak yang perlu dipahami, terutama dalam hal Pajak Penghasilan (PPh). Artikel ini akan membahas aturan pajak yang berlaku untuk dana sponsorship, termasuk kewajiban yang timbul dan bagaimana cara memenuhinya.
Pajak Penghasilan atas Sponsorship
Sponsorship melibatkan pemberian dana atau bantuan oleh sponsor kepada pihak lain untuk kegiatan tertentu, yang biasanya memberikan manfaat promosi bagi sponsor. Namun, transaksi sponsorship tidak hanya berkaitan dengan promosi, tetapi juga terkait dengan kewajiban pajak yang harus dipenuhi. Salah satu pajak yang umumnya dikenakan dalam transaksi sponsorship adalah Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23).
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memberikan klarifikasi bahwa dalam konteks sponsorship, jasa yang diberikan dapat diklasifikasikan sebagai “jasa lainnya.” Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 141 Tahun 2015, jasa lainnya ini dapat dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23. Sponsor sebagai pihak yang menerima layanan berkewajiban untuk memotong PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto yang dibayarkan kepada penerima jasa, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Baca juga : Jenis-jenis pajak property di Indonesia
Pengecualian PPh Pasal 23 pada Sponsorship
Meskipun PPh Pasal 23 umumnya berlaku dalam transaksi sponsorship, terdapat pengecualian tertentu yang perlu diperhatikan. Salah satu pengecualian yang sering muncul adalah ketika jasa yang diberikan dalam sponsorship telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) final sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam hal ini, tidak ada pemotongan PPh Pasal 23 atas imbalan yang diterima.
Selain itu, pengecualian juga berlaku untuk pendapatan yang diperoleh dari layanan yang bersifat spesifik, seperti jasa penyediaan katering atau makanan dan minuman. Dalam konteks ini, pendapatan tersebut tidak akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 jika sudah terkena PPN final. Hal ini juga berlaku untuk beberapa kategori wajib pajak, seperti perencana kegiatan, perusahaan domestik, perwakilan perusahaan asing, dan instansi pemerintah.
Jenis Penghasilan yang Tidak Dikenakan PPh Pasal 23
Dalam konteks perpajakan, tidak semua jenis penghasilan yang diterima oleh penerima dana sponsorship akan dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 23. Terdapat beberapa jenis penghasilan yang tidak termasuk dalam perhitungan jumlah bruto, sehingga tidak akan dikenakan pemotongan PPh 23. Beberapa jenis penghasilan yang dikecualikan ini meliputi:
- Honorarium, upah, gaji, dan tunjangan lainnya. Penghasilan ini diberikan oleh penyedia jasa kepada karyawan yang dipekerjakannya sebagai bagian dari kesepakatan kerja dengan konsumen jasa. Jenis pendapatan ini tidak dianggap sebagai bagian dari jumlah bruto untuk perhitungan PPh 23.
- Pembayaran untuk akuisisi atau pengadaan perlengkapan dan peralatan. Pengeluaran yang dilakukan oleh penyedia jasa untuk membeli peralatan atau perlengkapan yang digunakan dalam menjalankan layanan tidak dikenakan PPh 23. Ini termasuk biaya pembelian barang yang diperlukan dalam pelaksanaan sponsorship.
- Pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga. Dalam beberapa kasus, pihak ketiga dapat membayar langsung kepada penyedia layanan untuk membiayai atau menutupi biaya layanan yang diberikan. Pembayaran ini juga tidak dikenakan PPh 23, karena merupakan biaya pihak ketiga yang tidak terkait langsung dengan pendapatan dari sponsorship.
- Biaya yang sudah dibayar kepada pihak ketiga. Pembayaran yang sudah dikeluarkan oleh penyedia layanan kepada pihak ketiga sebagai bagian dari pelaksanaan layanan yang diminta oleh sponsor tidak termasuk dalam jumlah bruto untuk penghitungan PPh 23.
Dampak Sponsorship Terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Selain kewajiban atas Pajak Penghasilan, sponsorship juga dapat mempengaruhi kewajiban Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sponsorship yang melibatkan pemberian barang atau jasa kepada sponsor atau pihak terkait biasanya dianggap sebagai bentuk transaksi yang dikenakan PPN. PPN yang dikenakan pada transaksi ini biasanya bergantung pada jenis barang atau jasa yang disponsori dan apakah jasa tersebut sudah dikenakan PPN final atau belum.
Jika sponsor memberikan dana dalam bentuk uang tunai tanpa ada barang atau jasa yang diterima sebagai imbalannya, biasanya transaksi ini tidak dikenakan PPN. Namun, jika terdapat pemberian barang atau jasa sebagai imbalan atas dana sponsorship yang diberikan, maka PPN dapat dikenakan sesuai dengan tarif yang berlaku.
Kesimpulan
Dalam dunia perpajakan, sponsorship bukan hanya soal kontribusi dana atau kerjasama bisnis, tetapi juga melibatkan kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi. Sebagai sponsor, penting untuk memahami kewajiban Pajak Penghasilan, terutama PPh Pasal 23, yang berlaku untuk jasa sponsorship. Selain itu, pengecualian dan jenis penghasilan yang tidak dikenakan pajak juga harus dipahami agar dapat memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar.
Untuk menghindari kesalahan atau kebingungan dalam menghitung kewajiban pajak, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan konsultan pajak yang memiliki pemahaman mendalam mengenai aturan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian, Anda dapat memastikan bahwa seluruh transaksi sponsorship yang dilakukan sudah memenuhi ketentuan perpajakan yang ada, sehingga terhindar dari sanksi atau denda di masa mendatang.