Tentu istilah Reseller dan dropship bukanlah hal yang asing bagi kebanyakan orang yang sering melakukan penjualan baik secara online ataupun offline. Apa pengertian reseller dan dropship? Apa perbedaan di antara keduanya? Bagimana perpajakan yang harus dipungut, dibayar, dan dilaporkan oleh keduanya? Simak pembahasan selengkapnya di artikel ini.
Pengertian Reseller sendiri adalah orang yang membeli suatu produk dari supplier atau produsen, dengan niat untuk dijual kembali. Sedangkan dropship adalah kegiatan menjual produk dari supplier atau produsen kepada konsumen, tanpa melakukan stocking product.
Meski reseller bukan menjadi bagian dari supplier atau produsen. Pihak reseller harus membeli barang dan membuat stok di tempatnya sendiri, baru kemudian menjualnya kepada konsumen. Pengiriman barang pun akan dilakukan oleh pihak reseller itu sendiri.
Berbeda dengan dropship atau dropshipper (sebutan untuk pelaku dropship), mereka menjual barang dari supplier atau produsen kepada konsumen tanpa harus membuat stok di pihaknya sendiri. Jadi, mereka menjual barang kepada konsumen. Ketika ada order, dropshipper meneruskan pembelian ke supplier agar barang dapat dikirimkan ke konsumen. Pihak supplier akan mengirimkan order atas nama dropshipper.
Pajak Reseller dan Dropshipper
Setiap bisnis yang legal tetapa akan dikenakan pajak tak terkecuali Bisnis reseller dan dropship, dua jenis bisnis ini juga turut dikenakan pajak. Apa saja pajak yang harus dibayarkan kedua pelaku bisnis tersebut?
1. PPN
Jika omzet reseller atau dropshipper sudah mencapai lebih dari Rp4,8 miliar dalam setahun, kedua pelaku bisnis wajib mengubah statusnya menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan wajib memungut serta membayar PPN atas setiap transaksinya, baik saat membeli barang dari produsen maupun menjualnya ke konsumen.
Ketika membeli barang dari produsen, reseller akan menerima faktur pajak dan wajib membayar PPN atas transaksi tersebut, yang kemudian dilaporkan oleh pihak produsen. Selanjutnya, faktur pajak atas transaksi tersebut dapat dilampirkan dan menjadi pengurang saat reseller menjual barangnya ke konsumen.
Contoh penghitungan:
PT ABC merupakan reseller dari PT Sinar Benderang. Pada saat melakukan pembelian 1 unit barang dengan total pembayaran Rp5 juta, PT ABC dikenakan PPN 10% sehingga mereka harus membayar sebesar Rp5,5 juta kepada PT Sinar Benderang.
Kemudian saat menjual barang ke konsumen dengan harga yang sudah disesuaikan menjadi Rp6 juta, PT ABC harus memungut PPN sebesar 10%, yaitu Rp6,6 juta.
Saat PT ABC membayar dan melaporkan PPN, PT ABC dapat melampirkan faktur pajak dari PT Sinar Benderang yang menyatakan kalau pihaknya telah membayar pajak sebesar Rp500 ribu. PPN tersebut dapat menjadi pengurang untuk pembayaran pajak atas penjualannya ke konsumen.
Rp600.000 – Rp500.000= Rp100.000
Maka, PPN terutang yang harus PT ABC bayarkan adalah sebesar Rp100.000
2. PPh Final 0,5%
Jika omzet belum atau baru mencapai Rp4,8 miliar dalam setahun, pelaku reseller atau dropshipper dikenakan PPh Final 0,5% sesuai PP 23 Tahun 2018. Jadi, pajak dropship atau reseller yang perlu dibayarkan setiap bulan adalah sebesar 0,5% atas omzet yang didapatkan.
Contoh penghitungan:
Online shop ABC memiliki omzet Rp30 juta setiap bulannya. Maka PPh yang wajib dibayarkan adalah sebagai berikut:
Rp30.000.000 x 0,5%= Rp150.000
PPh Final 0,5% yang wajib online shop ABC bayar dan laporkan setiap bulan adalah sebesar Rp150.000.
Itulah pajak reseller dan pajak dropshipper yang wajib dibayarkan dan dilaporkan setiap bulannya. Tergantung pada besaran omzetnya, kedua pelaku usaha akan dikenakan PPN atau PPh Final atas transaksi yang dilakukan.
Memang pengelolaan pajak dapat terasa sangat rumit, khususnya bagi para pelaku reseller dan dropship online. Namun, Anda tetap perlu memenuhi kewajiban perpajakan ini demi menjaga kelancaran berbisnis. Demikian jika Anda membutuhkan informasi lebih jelas perihal pajak. Silahkan hubungi kami melalui nomor whatsapp https://wa.me/62812-5298-2900. Kami siap membantu Anda.